JUDUL

fb twitter banner promo

close
Banner iklan disini

MENU HORIZONTAL

Jumat, 04 Mei 2012

MANAJEMEN KONFLIK

Manajemen Konflik Dalam Organisasi
Setiap kelompok dalam satu organisasi seperti perusahaan, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik, baik konflik antar bawahan, konflik antara bawahan dan pimpinan, konflik antara pimpinan dan bawahan, konflik antar pimpinan bagian dan lain sebagainya. Konflik yang terjadi akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung, dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. 


Sebelum mambahas lebih jauh tentang konflik ada baiknya kita mengetahui definisi konflik itu sendiri. Dibawah ini adalah beberapa definisi konflik menurut para ahli.

-  Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau kelompok untuk tujuan yang sama. Mengalahkan saingan nampaknya merupakan cara yang penting untuk mencapai tujuan. (Theodorson & Theodorson, 1979 : 71)
-   Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 : 366) yang dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan.

            Dari definisi konflik diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.


Jenis-Jenis Konflik
Adapun mengenai jenis-jenis konflik, dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Person rile conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang.
2.      Inter rule conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
3.      Intersender conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang.
4.      Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.

Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu :
1.      Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
2.      Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3.      Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5.      Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.


Sumber Penyebab Konflik

1.     Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
2.     Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
3.     Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.

Selain sumber konflik diatas, menurut Mc.Namara (2007) ada beberapa tindakan manajerial yang menyebabkan konflik di tempat kerja / perusahaan yaitu :
1.      Komunikasi yang terbatas.
2.      Jumlah sumber daya yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi.
3.      “Karakter Pribadi”, termasuk konflik nilai atau tindakan antara manajer dengan pekerja.
4.      Masalah kepemimpinan, termasuk ketidakkonsistenan,  kehilangan arah, kepemimpinan yang memperoleh informasi cukup.

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.    Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.    Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.    Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.    Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.    Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Ada tiga strategi untuk mengatasi konfilk antarpersonal yakni :
1.      Win-win (Menang-menang)
Berpikir Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan : “Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara, tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau pun Kalah-Kalah.

-      Strategi ini sangat cocok dilihat dari sisi kemanusiaan dan organisasi, karena sumberdaya yang ada lebih difokuskan pada upaya memecahkan masalah bersama, bukan untuk saling menjatuhkan.
-      Dalam konteks budaya bangsa Indonesia, musyawarah mufakat sebagai salah satu sila dalam Pancasila merupakan strategi menang –menang, sedangkan pemungutan suara merupakan strategi menang -kalah.
-      Strategi menang-menang digunakan oleh PT Telkom pada saat memberhentikan sebagian besar tenaga administrasinya. Istilah lainnya adalah : THE GOLDEN SHAKEHAND.
-      Pada waktu pelaksanaan REGOM di AS tahun 1992, juga digunakan strategi ini untuk mengatasi konflik karena PHK pegawai pemerintah federal.


2.      Win-Lose (Menang – Kalah). 
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan. Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk : Menggunakan orang lain, baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri. Mencoba untuk berada di atas orang lain. Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik. Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain. Iri dan dengki ketika orang lain berhasil.

-      Strategi ini dapat ditemukan di dalam hubungan antara yang menguasai dan dikuasai, konfrontasi antara lini dan staf, hubungan antara serikat pekerja dengan manajemen.
-      Strategi menang –kalah dapat menimbulkan dua konsekuensi sekaligus baik yang bersifat fungsional maupun disfungsional bagi organisasi. Secara fungsional, strategi ini dapat mendorong terciptanya kompetisi untuk menang dan dapat memperkuat keeratan dan semangat korsa pada situasi konflik. Sebaliknya, strategi ini dapat menciptakan disfungsi karena menutup peluang penyelesaikan cara lain seperti kerjasama, kesepakatan bersama dsb.

3.      Lose-Lose (Kalah – Kalah). 
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.

Filley, House & Kerr (dalam Luthans, 1083 : 379) mengemukakan ada beberapa bentuk pendekatan konflik dengan strategi kalah-kalah yaitu sbb :
1.      Melakukan pendekatan untuk mencari kesepakatan atau mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan perselisihan
2.      Membayar salah satu pihak yang berkonflik
3.      Menggunakan pihak ketiga sebagai penengah (arbitrator)
4.      Merujuk pada aturan birokrasi atau aturan yang berlaku untuk memecahkan konflik.

Menurut Mc.Namara (2007), ada tujuh kunci tindakan manajerial di dalam suatu perusahaan untuk mengurangi konflik yaitu :
1.      Secara periodik melihat kembali uraian tugas.
2.      Membangun hubungan kerja secara intensif dengan seluruh bawahan.
3.      Buat aturan, serta buat laporan tertulis.
4.      Arahkan pada pelatihan dasar.
5.      Kembangkan prosedur untuk tugas-tugas rutin dan meminta masukan dari para pegawai.
6.      Secara periodik adakan pertemuan manajemen.
7.      Adakan kotak saran yang bersifat anonim untuk memperoleh masukan secara obyektif.

ASPEK POSITIF DALAM SUATU KONFLIK

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

1.      Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
2.      Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
3.      Menumbuhkan semangat baru pada staf. 
4.      Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
5.      Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam  organisasi  baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar